3/15/2007

Oh



Tiba-tiba saja pikiran saya seperti digedor oleh sebuah berita mengejutkan dari tv dan harian. Seorang ibu mengajak 4 anaknya sekaligus untuk mati bersama. Sungguh ini, tragedi yang mengenaskan dan sekaligus menggemaskan. Betapa tidak, si Ibu menyuguhkan minuman yang sudah dibubuhi racun sebelum diminumnya sendiri. Kemudian, wajah-wajah empat anak itu difoto dengan menggunakan kamera ponsel.

Sepucuk surat terakhir yang ditujukan buat sang suami, menjelaskan alasan sang ibu mencabut nyawa dan anak-anaknya:kemiskinan. Ini sangat menggemaskan pikiran saya. Memang, kemiskinan memang seperti sebuah racun pahit dalam kehidupan. Tapi apakah racun itu perlu juga ditelankan ke dalam tenggorokan anak-anak yang masih kecil-kecil itu?
Beberapa sms sempat dikirimkan buat sang suami. Menceritakan tentang bunuh diri tersebut dan meminta sang suami untuk terus berjuang hidup. Maafkan aku sayang, ini terpaksa saya lakukan. Tapi kamu harus tetap terus hidup dan berjuang, begitu kira-kira bunyi pesan pendek tersebut. Romantisme yang mengharukan, sekaligus konyol.
Tragedi keluarga di Malang ini seharusnya menjadi teror buat kita semua. Betapa solidaritas sosial antara kita sudah terkikis habis. Kita sudah tak peduli lagi terhadap tetangga, saudara atau teman sendiri. Jangan harapkan kepedulian dari pemerintah. Para penguasa lebih sibuk mengurusi diri sendiri dan sanak keluarganya. Keasyikan pada diri sendiri itu membuat kita tak ingin terusik oleh kemiskinan orang lain. Toh bunyi cacing lapar dari perut orang lain tak akan pernah mampir di telinga kita. Buat apa peduli? Kita baru peduli ketika orang lain tersebut mati. Membaca beritanya di koran atau menonton mayatnya disorot kamera tv juga tak akan menjatuhkan air mata kita. Mungkin kita hanya menjadikan itu sebagai sedikit hiburan sambil menunggu "empat mata"-nya Tukul. Atau tragedi semacam itu tak lagi mengagetkan kita.


Artikel Terkait Lain



1 komentar:

Tata Danamihardja on 4:42 PM said...

Rasanya perasaan kita memang sudah lama tumpul.. Ini penyakit, dan kita semua ternyata sudah lama mengidapnya..

Blog Widget by LinkWithin
 

Jurnalisme Blog. Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Two Church theme by Brian Gardner Converted into Blogger Template by Bloganol dot com