Angka-angka di koran itu menyebutkan bilangan tentang bayi yang menderita lapar, gizi buruk atau busung lapar. Pada sebuah negeri yang padi menjadi permadani di antara kaki pegunungan, lembah dan belantara hijau. Tiga ribu lebih bayi-bayi itu bisu menahan lapar yang sengit di Cianjur. Apa yang terjadi di negeri itu? Sementara di negeri yang lain, di waktu yang sama, seorang jaksa menerima bilangan angka menakjubkan dari seseorang yang bersembunyi di balik layar. Enam milyar dalam recehan dolar, sebuah angka yang fantastis di antara hiruk pikuk harga-harga yang melejit naik. Apa yang sesungguhnya terjadi?
Saya teringat Cianjur, beras dan seorang sahabat di sana. Sebuah negeri yang tenang bersama angin yang menerpa pucuk-pucuk padi menguning. Belum lupa betapa saya beagitu girangnya ketika bertelanjang kaki berjalan di pematang sawah sekadar untuk melepas rindu pada padi-padi, pepohonan dan sunga-sungainya. Tapi, bayi-bayi tergolek lemah itu
menggugat kesetiaan kita. Mereka lapar, kekurangan gizi, di dalam lumbung padi. Sementara di nun jauh di tempat yang lain, aku hanya menyaksikan uang-uang dibagikan pada mereka yang tidak berhak.
3/06/2008
Lapar di Lumbung Padi
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 komentar:
beginilah nasib negeri ini...
Post a Comment